REVIEW BUKU: Totto-chan

REVIEW BUKU TOTTO-CHAN

        Saya baru saja menemukan sebuah buku yang membuat saya terkesan. Buku ini memiliki judul yang singkat yaitu Totto-chan. Buku karya Tetsuko Kuroyanagi ini memiliki desain sampul yang simple dan dominan berwarna putih. Walaupun terkesan jadul, namun buku ini sangat cocok untuk dibaca anak masa kini. 

Detail Buku
Judul                 : Totto-chan: Gadis Cilik di Jendela
Penulis              : Tetsuko Kuroyanagi
Tahun Terbit     : 1981 (terbitan pertama)
Halaman           : 232
Bahasa Asli      : Jepang 

Sinopsis/Uraian
       Ibu Guru menganggap Totto-chan nakal, padahal gadis cilik ini hanya punya rasa ingin tahu yang besar. Itulah sebabnya ia gemar berdiri di depan jendela selama pelajaran berlangsung. Karena para guru sudah tak tahan lagi, akhirnya Totto-chan dikeluarkan dari sekolah. 
       Mama pun mendaftarkan Totto-chan ke Tomoe Gakuen. Totto-chan girang sekali, di sekolah itu para murid belajar di gerbong kereta yang dijadikan kelas. Ia bias belajar sambal menikmati pemandangan di luar gerbong dan membayangkan sedang melakukan perjalanan. Mengasyikkan sekali kan?
       Di Tomoe Gakuen, para murid juga boleh mengubah urutan pelajaran sesuai keinginan mereka. Ada yang memulai hari dengan belajar fisika, ada yang mendahulukan menggambar, ada yang ingin belajar Bahasa dulu, pokoknya sesuka mereka. Karena sekolah itu begitu unik, Totto-chan pun merasa kerasan.
       Walaupun belum menyadarinya, Totto-chan tidak hanya belajar fisika, berhitung, musik, bahasa dan lain-lain disana. Ia juga mendapatkan banyak pelajaran berharga tentang persahabatan, rasa hormat dan menghargai orang lain, serta kebebasan menjadi diri sendiri.

      Buku ini cocok untuk dibaca oleh anak-anak hingga orang dewasa. Awalnya saya mengira buku ini seperti dongeng anak-anak, namun ternyata buku ini merupakan pengalaman nyata dari penulisnya sendiri. Karakter Totto-chan dalam buku adalah penulisnya sendiri, Tetsuko Kuroyanagi. Sekolah Tomoe dalam buku ini membuat saya kagum, hal ini dikarenakan Kepala Sekolahnya yaitu Pak Kobayashi menerapkan sistem pendidikan yang berbeda diantara sekolah-sekolah lainnya zaman itu. 

"Belajar di sekolah pada umumnya bebas dan mandiri. Murid bebas berkonsultasi dengan guru kapan saja dia merasa perlu. Guru akan mendatangi murid jika diminta dan menjelaskan setiap hal sampai anak-anak itu benar mengerti. Kemudian, mereka diberikan latihan-latihan lain untuk dikerjakan sendiri. Itulah belajar dalam arti yang sebenar-benarnya" -Totto-chan hlm 39-

       Seperti itulah kira-kira gambaran pembelajaran yang berlangsung di Sekolah Tomoe. Para siswa dibebaskan secara individu untuk memilih pelajaran apa yang ingin mereka pelajari pertama kali. Ada murid yang memilih untuk belajar membaca lebih dulu, ada yang menyukai Fisika dan lebih memilih melakukan eksperimen-eksperimen dan lainnya. Guru berfungsi untuk memfasilitasi siswa dan menjelaskan hal-hal yang ingin diketahui siswa. Di Sekolah Tomoe pembelajaran hanya berlangsung dari pagi hingga waktu makan siang. Setelah itu siswa bebas untuk memilih apakah ingin jalan-jalan, membaca buku di perpustakaan, berenang, dan lain-lain.
      Pak Kobayashi sering berkata kepada para guru agar tidak mencoba memaksa anak-anak tumbuh sesuai bentuk kepribadian yang sudah digambarkan. "Serahkan mereka kepada alam. Jangan patahkan ambisi mereka. Cita-cita mereka lebih tinggi daripada cita-cita kalian". Itulah salah satu perkataan pak Kobayashi yang saya sukai.
      Saya menamatkan buku ini dalam dua hari, awalnya saya mengira buku ini hanya akan berisi kesenangan-kesenangan yang Totto-chan alami semasa sekolahnya. Tetapi saya dihadapkan pada bab-bab yang menurut saya cukup membuat sedih. Konflik batin dimulai saat ada salah satu teman Totto-chan yang meninggal dunia, tidak cukup sampai disitu saja, saya baru menyadari bahwa latar waktu dalam buku ini yaitu saat meletusnya Perang Dunia Pasifik setelah membaca lebih dari separo buku. Pada saat perang, keluarga Totto-chan kesulitan dalam hal mendapatkan bahan makanan, bahkan Totto-chan tidak dapat memakan permen favoritnya dalam waktu yang lama. Puncak dari segala konflik ini adalah ketika Jepang dijatuhi bom-bom oleh pasukan Amerika, dan sekolah Tomoe menjadi salah satu bangunan yang terkena dampaknya. Sekolah itu terbakar dan hangus hingga tak tersisa. Pak Kobayashi sang kepala sekolah hanya bisa berdiri sambal menatap kebakaran tersebut sambil berkata "Sekolah seperti apa yang selanjutnya akan kita bangun?". Namun pak Kobayashi meninggal dunia sebelum harapan membangun sekolah itu terkabul.
      Saya sangan merekomendasikan buku ini agar kita dapat mengubah pandangan kita tentang pendidikan. Adapun kekurangan dalam buku ini tidak banyak saya temukan. Hanya saja sekitar 10 halaman terakhir berisi tulisan tentang penulis saat dia selesai menulis buku ini. Banyak nama-nama tokoh dalam hidup penulis yang disebutkan yang tidak saya ketahui sehingga membuat saya sedikit bosan membacanya. Tetapi secara garis besar buku ini sangat memuaskan, penulis bisa membuat orang sadar bahwa seorang gadis cilik seperti Totto-chan, jika diberi pengaruh yang tepat oleh orang dewasa, akan bisa menjadi pribadi yang pandai menyesuaikan diri dengan orang lain.

"Aku yakin jika sekarang ada sekolah-sekolah seperti Tomoe, kejahatan dan kekerasan yang begitu sering kita dengar sekarang dan banyaknya anak putus sekolah akan jauh berkurang. Di Tomoe tak ada anak yang ingin pulang ke rumah setelah jam pelajaran selesai. Dan di pagi hari, kami tak sabar ingin segera sampai ke sana. Begitulah sekolah itu." -Tetsuko Kuroyanagi-

Saya berharap banyak orang yang dapat membaca buku ini, terutama seorang calon pendidik seperti saya, karena banyak hal yang dapat diambil dari sistem pendidikan sekolah Tomoe. 
Catatan : Jika anda ingin membaca versi e-booknya, maka anda bisa meninggalkan komentar dan tuliskan e-mail anda. Nanti akan saya kirimkan e-booknya.
Terima kasih sudah membaca:)

Comments